Diposkan pada syair hening

Ziarah Aku

Di cermin itu,
Terpampang sosok asing bagiku
Muka tirus.
Rambut gondrong.
Kurus.

Sepuluh tahun yang lalu..
Ku kenal dekat
Begitu polos, ceria, dan senyum itu.
Ya…senyum yang selalu tersungging dari bibirmu.

Sepuluh tahun yang lalu..
Ketika sang surya kembali ke peraduan,
Peci hitam dikepalamu,
Baju koko putih,
Plus sarung tenun samarinda,
Begitu bangga kau memakainya sambil berkaca,
Tangan kananmu menenteng mushaf pula,
Pemberian bapakmu,waktu kau sunat dulu,
Mau kemana kau ?, tanyaku.
“ngaji !, di rumah pak kyai”, jawabmu sambil berlari.
Ya..sepuluh tahun yang lalu
Sekarang.

Di cermin itu,
Terpampang sosok asing bagiku
Muka tirus.
Rambut gondrong.
Kurus.

Ah..kesederhanaan itu.
Ingin ku sepertimu lagi.

2009

Diposkan pada syair hening

Untukmu Saja

I
Mengumpulkan rindu yang berserak
rindu ilalang yang belum tunai
kepada embun,

Malam hanya menjanjikan kabut
buah selingkuh gerimis
dengan angin,

Menggantung pada senja
sepotong senyum rembulan dan
sepasang kelopak mata sendu

Kamu, Prasasti abadiku.

II
Juni yang kemarau, dan hujan. “Udan salah mongso”, katamu.
tetapi tidak bagiku,
dua yang berjarak tertangkap mata,
hanya rindu yang sederhana;
“Kukirim salam rindu untukmu Bumi”, sapa lirih Langit.

Ma’asyauq

III
Mata hujan, senyum rembulan, secangkir kopi; kamu.

Pesantren Zulfikar, 060613

Diposkan pada syair hening

Embun Ilalang

Gambar

bersandarlah,
lelah tubuhmu memikul rindu
menjamah jagad semesta
mengusap kerontang berwajah kelu

merebahlah,
pangkuanku belum renta
mengurai rindumu hingga
shubuh merah merekah

picingkan matamu menengadah
riuh perenjak meramu canda
alam raya memeluk, mesra
mengiring senyuman luruh mengudara

rindumu untuk kehidupan
:embun

Pesantren Zulfikar, 070412

Diposkan pada syair hening

Mozaik Desember : Melukis Hujan

Aku kembali duduk di ruang depan, untuk melukis hujan, seperti apa yang kulihat, dari balik kaca. Kau hujan, memecah kebisuan rerumputan. Daun baambu berirama bersama sang bayu, hendak bersapa denganmu. Sepertinya di bawah sana ada yang tengah berpesta pora, Buffo melanotictus rajin melahap mangsa, para cacing penghuni seresah.

Kau masih saja menyapa, menyapa tanah, menyapa sawah, menyapa alam. Apa yang hendak kau kabarkan dari atas sana?, dari mendung, dari angin menjuru yang mengumpulkanmu, atau dari Tuhan yang menitahkan. Semoga kabar gembira, bukan kabar duka. Masih malu-malu matahari berkelambu kelabu, warna mendung singgasanamu, bak perawan hendak dipinang, tertutup muka oleh tangan.

Allahu Akbar…Allahu Akbar…

Allahu Akbar… Allahu Akbar…

Suara Mbah Marji memecah celah antara rerintik gemulaimu,  menyeru seruan Tuhanmu dari surau yang berjamaah tak lebih dari tujuh.

Kau hujan, bersujud, merebah tanah, berhenti berkabar. Kau memuji Ilahi.

Mendung sirna, surya kembali sumringah.

Ruang depan, 05122010

Diposkan pada syair hening

Rasa Kata

Aku kebingungan mencari kata, kata untuk melukis rasa,

tiada kata tiada rasa, tinta pun tak ada, yang kan menggores kanvas jiwa.

Jiwa sudah berkerak, berlumut, berkabut kalut.

Pesantren Zulfikar, 26112010

Diposkan pada syair hening

Senandung Hujan

Yes!,
Siang ini aku menari lagi. Tentunya di tempat yang sama, sama seperti saat aku menari, jauh sebelum subuh tadi.
Di daun pisang, pepaya, dan tentunya rerumputan. Terima kasih kawan, engkau dengan rela hati, menjadi altar untukku bergemulai.
Walaupun tanpa sorak sorai dan hormat puji. Karena kau hanya mengemban tugas suci, dari yang Maha Sejati.

Tapi, tunggu dulu!
Hemmm… Siapa di balik jendela itu?,
Sepertinya sedang menatapku. Apakah kau mengagumiku?, ah aku jadi malu.
Begitu gumamku.

Oh ya..aku tahu.
Dia yang menyapaku, lewat senyum kecil, subuh tadi, sesudah membuka jendela yang bertirai.
Setidaknya itu prasangkaku.

Saat ini,
Aku ingin menyapanya, tapi enggan, takut mengganggu. Lagipula aku tidak bisa berkata, dengan bahasanya.
Terlihat setumpuk buku disampingnya, pena di tangannya, mencari-cari ide sepertinya.

Baiklah. Aku akan terus menari, selamat menikmati, dan semoga memberimu inspirasi, sambil menanti sang mentari muncul kembali.

Pesantren Zulfikar, 090510